Thursday, November 3, 2011

PUTU PIRING, Inovasi Kue Putu di Singapura

Kue Putu adalah jenis tradisional Indonesia berupa kue yang terbuat dari kukusan tepung beras yang diisi dengan gula jawa dan parutan kelapa. Kue putu tradisional yang kita temui selama ini dibuat dengan dikukus dengan ditaruh dalam tabung bambu dan dijual pada malam hari. Si penjaja kue putu tidak perlu repot-repot memanggil pembelinya karena suara khas "huuuuuuu" dari cerobong peluit yang tertiup uap dari alat kukus itu sudah jadi tanda pengenalnya.

Dengan berkembangnya jaman, kue putu yang tradisional ini juga mengalami perkembangan dalam pembuatan dan penampilannya. Di beberapa daerah kini bisa kita temui pedagang kue putu yang mengganti tabung bambu dengan pipa PVC yang tampaknya lebih praktis, walau segi kesehatannya bisa membahayakan.

Kue yang dalam bahasa Jawanya disebut puthu ini, konon kabarnya berasal dari Kerala, India. Apakah makanan tradisional Indonesia ini merupakan warisan dari pedagang Gujarat di masa lalu, tidak ada yang tahu. Kenyataannya, kue putu bisa kita temui hampir di seluruh pelosok nusantara. Malah kini sudah merambah ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Sekilas tentang riwayat Singapura
Singapura nyaris tidak punya peranan di dalam perkembangan sejarah Asia Tenggara sampai Sir Stamford Raffles mendirikan sebuah pelabuhan Inggris di tahun 1819. Dia menjumpai sebuah perkampungan Melayu kecil di muara Sungai Singapura yang diketuai oleh seorang Temenggung Johor.
Di bawah pemerintahan kolonial Inggris, Singapura telah menjadi pelabuhan yang amat strategis mengingat letaknya yang ada di tengah-tengah jalur perdagangan di antara India dan Cina yang akhirnya menjadi pelabuhan transit yang terpenting di dunia sampai hari ini.

Pada tahun 1840-an, setelah Inggris membubarkan desa terapung Melayu di muara Singapore River, orang-orang Melayu mulai menetap di daerah Geylang Serai.
Pada awal 1920-an, terjadi eksodus orang-orang Melayu dari daerah Kampong Glam ke  Geylang Serai, karena perebutan lahan yang berlarut-larut di Kampong Glam. Itulah sebabnya hingga kini Geylang Serai masih dikenal sebagai kantong Melayu di Singapura.

Agar dapat menarik minat wisatawan ke daerah tersebut, dikembangkanlah  Malay Village yang menampilkan budaya dan gaya kehidupan tradisional Melayu, lengkap dengan sebuah museum, toko-toko, dan tempat makan. Lokasi ini dibuka dari jam 10 pagi hingga jam 10 malam setiap harinya.
Maka jika Anda bosan dengan suasana serba glamour dan modern di kawasan Orchard, barangkali kunjungan ke Geylang Serai Market & Food Centre bisa menghilangkan kebosanan itu. Lokasinya persis di samping kanan Malay Village, salah satu pasar terbaik untuk  dikunjungi di Singapura yang tidak jauh dari Paya Lebar MRT Station.

PUTU PIRING, makanan favorit di Geylang Serai Market.
Salah satu kios makanan yang tidak pernah sepi dari pembeli, yang rela berlama-lama antri menunggu untuk dilayani, adalah kios PUTU PIRING. Di mata penduduk setempat, putu piring adalah variasi dari kueh Tutu (dari Malaysia), kue putih kecil yang terbuat dari tepung Melayu dan diisi dengan gula Melaka untuk dimakan dengan kelapa parut. Padahal sesungguhnya putu piring tidak lain adalah jenis kue putu yang dimasak dengan cara yang berbeda dengan cara tradisional kita.

Putu Piring dipersiapkan diatas sepotong kain putih yang melapisi piring-piring metal (dengan tutup berupa kerucut) yang diletakkan diatas kukusan. Agar lebih jelas, dapat dilihat dari gambar disamping. Untuk memberikan aroma khas, belakangan ditambahkan pula daun pandan kedalam kukusan.

Kios putu piring yang sering meraih "Best Food Awards" dari Green Book Singapore saat ini dikelola oleh hajjah Zilla bersama suaminya, Haji Hashin. Menurut pengakuannya, usaha jualan kue putu ini dirintis oleh neneknya, Mislawia di kawasan Geylang tersebut sejak tahun 1940.

Saat ini hajjah Zilla dan suaminya telah melakukan inovasi dalam menjajakan bisnis keluarganya tersebut. Maka lahirlah produk PUTU PIRING yang ditawarkan dengan harga yang sangat terjangkau, cuma $1 untuk 3 potong. Tetapi Anda memang harus sabar menunggunya sebelum dapat mencicipi kelezatan dan lembutnya kue berwarna putih selembut kapas itu.

Faktor kerapihan dan kebersihan dalam mengukus putu piring juga menjadi daya tarik para pembeli, disamping cita rasanya yang memang menggelitik lidah.













 

Itulah sekilas kisah inovasi bisnis kue putu di Singapura, yang ironinya justru mulai terlihat langka di negeri asalnya, Indonesia.

Ciputat, 31 Juli 2011.

No comments:

Post a Comment